Penyiaran
Simulcast dalam Bentuk Digitalisasi Penyiaran di Indonesia
Perkembangan teknologi televisi
digital saat ini sudah menjadi kebutuhan masyarakat dunia untuk memperoleh
informasi. Sebelum tahap Cut off (tahap penghentian siaran analog secara total)
maka siaran simulcast harus dilalui agar mulus mencapai era digital penyiaran
tanpa gejolak yang berarti [1]. Menurut
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor
22/PER/M.KOMINFO/11/2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran televisi Digital
Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Tetap Berbayar (Free To Air) pasal 1 ayat 8
mengatakan bahwa Penyiaran simulcast adalah penyelenggaraan pemancaran siaran
televisi analog dan siaran televisi digital pada saat yang bersamaan.[1] Pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan
Informatika telah berupaya menyiapkan peraturan-peraturan dan kebijakan yang
berhubungan dengan uji coba televisi digital di Indonesia.[1] Kebijakan dalam masalah spektrum frekuensi,
potensi pasar dalam bisnis penyiaran, dan networking provider sangat dibutuhkan
dalam proses terlaksananya siaran televisi digital.
Pada Hari Senin (25/11/2019),melalui siaran
pers,Kementerian Komunikasi dan Informatika menargetkan penyiaran televisi
terrestrial secara simulcast atau analog dan digital bersamaan dapat terlaksana
di seluruh Indonesia paling lambat di tahun 2021. Sebagai bagian dari digitalisasi penyiaran,
kini Kementerian Kominfo telah menyiapkan operasional penyiaran simulcast di 12
provinsi mulai awal tahun depan[2]. Hal
ini didukung oleh Komisi Penyiaran Indonesia dalam upaya [3] pengembangan penyiaran digital dan kebijakan
siaran simulcast bersamaan antara digital dan analog di wilayah 3T
(Tertinggal,Terluar,dan Terdepan) yang bertujuan untuk memberikan dampak
positif dan pemerataan informasi bagi publik.Dukungan tersebut disampaikan oleh
Ketua KPI Pusat,Agung Suprio,[3] saat menjadi narasumber dalam acara Regulasi
dan Kebijakan Penyiaran dengan tema “Penyiaran
Televisi Secara Simulcast di Wilayah Perbatasan Negara” yang diselenggarakan oleh
Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta, Rabu (16/10/2019).Menurutnya,Penyiaran
di wilayah perbatasan, baik siaran nasional dan lokal, pengaruhnya sangat besar
untuk menguatkan nilai-nilai kebangsaan dan daerah. Hal ini akan memberi daya
tahan masyarakat akan pengaruh siaran asing terutama terhadap keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan penting dalam melayani kebutuhan informasi
untuk masyarakat [3].
Direktur Penyiaran Kemkominfo,
Geryantika, mengatakan Kominfo telah
mengeluarkan sejumlah kebijakan pendukung pelaksanaan sistem penyiaran tersebut
melalui Permen No. 3 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Penyiaran Simulcast dalam
Rangka Persiapan Migrasi Sistem Penyiaran Televisi Analog ke Sistem Penyiaran
Digital. Bahkan, pihaknya membuat kebijakan lanjutan melalui Permen Kominfo No.
4 Tahun 2019[3] dan tahapannya akan dimulai dari daerah
perbatasan yaitu Nunukan yang akan menghadirkan siaran Metro TV dan Trans TV
karena tidak ada siaran analog. [3]
Sementara itu, Staf Ahli bidang Hukum
Kemkominfo, Prof. Henri Subiakto, mengatakan Indonesia tertinggal dalam
melaksanakan siaran digital. Pembicaraan
ini, lanjut dia, telah berlangsung sejak 2012 lalu. Namun hal itu tetap harus
dilaksanakan, apalagi sudah terbit Permen soal simulcast. [2]
Mengenai Revisi UU Penyiaran, Direktur
Geryantika menyebutkan bahwa dalam Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Menteri
Kominfo pada tanggal 5 November 2019 telah disepakati masuknya Revisi UU Penyiaran
dalam program legislasi prioritas dan ditargetkan selesai tahun 2020. Selain
itu,Geryantika mengatakan [2] bahwa ada sepuluh hal yang menjadi fokus
perhatian pemerintah dalam Revisi Undang – Undang Penyiaran yaitu :
1.
digitalisasi
penyiaran televisi terrestrial dan penetapan batas akhir penggunaan teknologi
analog (Analog Switched Off);
2.
penguatan LPP
TVRI dan LPP RRI;
3.
kewenangan
atributif antara Pemerintah dan Komisi Penyiaran Indonesia;
4.
penguatan
organisasi Komisi Penyiaran Indonesia;
5.
fokus membahas
PNBP penyelenggaraan Penyiaran;
6.
Kewajiban
Pelayanan Universal dalam bentuk % pendapatan kotor (gross revenue);
7.
mengenai
simplifikasi klasifikasi perijinan jasa penyiaran berdasarkan referensi
internasional
8.
ketujuh masalah
penyebarluasan informasi penting dari sumber resmi pemerintah
9.
pemanfaatan
kemajuan teknologi bidang penyiaran;serta
10.
penyediaan akses penyiaran untuk keperluan khalayak difabel.
Indonesia belum memiliki
infrastruktur yang memadai untuk teknologi televisi digital. Sampai saat ini
hanya TVRI sebagai televisi publik yang memiliki infrastruktur jaringan
teresterial. Konsorsium Televisi Digital Indonesia belum memiliki jaringan
teresterial. Karena selama ini konsep siaran analog dilakukan sentralistik
(Jakarta) melalui satelit atau menyewa transmisi milik TVRI. Itu pun melihat
kepada daerah yang berpontensi bisnis/perputaran uang dan jumlah populasi,
bukan nasionalisme [1]. Selain itu, [1] di Indonesia belum memiliki institusi khusus
yang menangani infrastruktur penyelenggara transmisi untuk televisi digital.Oleh
karena itu,perlu dilakukannya [4] migrasi televisi (TV) dari analog ke digital
yang dikenal dengan Analog Switch Off (ASO) oleh Kementerian Komunikasi
dan Informatika (Kominfo) melalui UU Omnibus Law dan [4] berencana menyediakan 6,7 juta alat penerima
siaran atau set top box bagi masyarakat kurang mampu dengan tujuan [4] banyak masyarakat yang menggunakan perangkat
penerimaan siaran TV analog. Selain itu,dia mengungkap [5]enam alasan pentingnya migrasi televisi analog
ke digital yaitu :
1.
pertama,Indonesia
termasuk negara tertinggal dalam proses digitalisasi penyiaran secara global;
2.
kedua, dari arah kebijakan nasional, Presiden Joko
Widodo (Jokowi) mencanangkan percepatan transformasi digital Indonesia;
3.
ketiga,migrasi
televisi membuat kualitas siaran lebih optimal;
4.
keempat,ASO
dianggap meningkatkan efektivitas industri penyiaran;
5.
kelima,digitalisasi
televisi membuat frekuensi di 700 Mhz bisa ditata ulang dan dimanfaatkan untuk
layanan lain seperti internet cepat;dan
6.
terakhir,terkait
hubungan antarnegara.
Oleh karena itu, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G.
Plate [6] mengatakan bahwa pemerintah terus mendorong
agar ASO segera terlaksana.[6] Adapun sejumlah cara yang dilakukan adalah
dengan mempercepat legislasi baru yaitu RUU Cipta kerja (Omnibus Law), karena
RUU Penyiaran sampai saat ini belum diterima oleh Pemerintah dari Parlemen.[6] Selain itu,mereka mengusulkan dalam RUU
tersebut agar ASO memiliki tenggat batas waktu yang jelas, mengingat manfaat
digitalisasi ini sangat besar bagi masyarakat dan negara,dan akan menjadi dasar
patokan untuk perencanaan secara detil dan menyeluruh pelaksanaan migrasi dan
ASO.
Selain
melalui legislasi, Kemenkominfo juga terus mendorong ASO dengan memperbolehkan
lembaga penyiaran terlibat dalam siaran simulcast dan sejumlah lembaga penyiaran
TV telah mengikuti simulcast seperti Jawa Pos TV, Transmedia, Metro TV, dan
lain sebagainya [6]. Johnny
G.Plate mengatakan [6] bahwa digitalisasi melalui siaran simulcast
juga akan membantu lembaga penyiaran lebih hemat di tengah tekanan pandemi
Covid-19. Lembaga penyiaran dapat menghemat biaya perawatan dan operasional
infrastruktur.Selain itu,dia juga menyebutkan bahwa salah satu Lembaga
penyiaran yang sudah melakukan uji coba siaran di digital dapat menghemat
sampai dengan 70 persen dibanding pengeluaran untuk pemancar analog biasa [6].
Sumber
:
[1] A. Fachrudin, “Dampak Teknologi Penyiaran
Televisi Digital bagi Industri Penyiaran di Indonesia,” Dra. Diah Wardhani,
M. Si.
[2] F. Setu, “Awali Digitalisasi Penyiaran,
Kominfo Target Siaran Simulcast Seluruh Indonesia Tahun 2021,” 2019.
https://kominfo.go.id/content/detail/22948/siaran-pers-no-213hmkominfo112019-tentang-awali-digitalisasi-penyiaran-kominfo-target-siaran-simulcast-seluruh-indonesia-tahun-2021/0/siaran_pers
(accessed Oct. 14, 2020).
[3] “KPI Dukung Kebijakan Siaran Simulcast dan
Digitalisasi Penyiaran di Perbatasan,” www.KPI.go.id, 2019.
http://www.kpi.go.id/index.php/id/umum/38-dalam-negeri/35373-kpi-dukung-kebijakan-siaran-simulcast-dan-digitalisasi-penyiaran-di-perbatasan.
[4] F. Ahmad Burhan, “Migrasi TV Digital,Ada
6,7 Juta Alat Penerimaan Sinyal ke Warga Miskin,” https://katadata.co.id/,
2020.
https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/5f7c5cc0cfaed/migrasi-tv-digital-ada-6-7-juta-alat-penerima-sinyal-ke-warga-miskin.
[5] F. Ahmad Burhan, “Kominfo Ungkap 6 Alasan
Pentingnya Migrasi Televisi Analog ke Digital,” https://katadata.co.id/,
2020.
https://katadata.co.id/desysetyowati/berita/5f041b384408d/kominfo-ungkap-6-alasan-pentingnya-migrasi-televisi-analog-ke-digital.
[6] L. D. Jatmiko, “Ada Covid-19,Target Migrasi
TV Analog ke TV Digital Tetap 2022,” https://teknologi.bisnis.com/,
2020.
https://teknologi.bisnis.com/read/20200831/101/1285254/ada-covid-19-target-migrasi-tv-analog-ke-tv-digital-tetap-2022.